4.10.2010

MENGEMIS

Hampir disemua sudut negeri ini, setiap hari, bahkan sampai dini hari terlihat pemandangan yg menyedihkan tentang sebuah masa depan generasi kita, yaitu pengemis jalanan anak-anak.

Yang menjadi pertanyaan, “ mengapa mereka disana ?” dan “ adakah yg peduli dgn mereka ?”, beragam jawaban pernah kita dengar, namun jawaban itu hanya berwujud retorika belaka, yg belum dan entah sampai kapan akan berwujud nyata.
Mengapa mereka disana ?, pertanyaan ini selalu menghantuiku dan memintaku untuk menjawabnya, naluri tugasku berusaha untuk mengusik dan menilik mereka dengan cara dan analisaku sendiri tanpa referensi pada makalah, karya tulis dan bahkan mungkin textbook tentang peoples empowerment yg menumpuk dan tersusun rapi dimejaku karena aku malas membacanya.
Jawaban yg bisa kuberikan adalah “ karena mereka malas dan dimalaskan oleh situasi dan budaya !!!”. Malas cenderung membuat kita kehilangan harga diri, malu, menurunnya etos kerja dan lebih tragis, kita kehilangan nilai-nilai luhur yg difitrahkan Tuhan kpd kita.
Kemiskinan bukan penyebab utama munculnya para pengemis, tdk sedikit orang miskin yg mau bertukus lumus mengais rejeki dari tumpukan sampah, berjalan berkilo2 meter menjajakan jasa untuk membersihkan apa saja yg patut dibersihkan, memperbaiki apa saja yg patut diperbaiki, dan semua pekerjaan terpuji lainnya demi menghidupi keluarganya, SPP anak2nya, dan demi tetap bertenggernya periuk nasi diatas tungku2 perapian.
Apakah mereka mencari jalan pintas dengan cara mengemis ?, ternyata tdk, pantang bagi mereka melakukan itu, karena di dlm jiwanya masih ada semangat untuk bekerja dan rasa malu.
Pekerjaan memang tdk bisa ditunggu datangnya, tetapi ia harus dicari dan diciptakan, mencari dan mencipta hanya bisa dilakukan oleh orang2 yg rajin dan kreatif, bagi sipemalas, mencari dan mencipta tdk ada dalam kamus hidupnya.
Kemudian budaya kasihan, iba, nggak tegaan, takut adalah budaya yg ada dalam diri kita, yg tanpa kita sadari budaya ini ikut menciptakan lapangan kerja yg namanya NGEMIS…!!!, coba kita tinggalkan budaya ini sebulan saja, yakin dan percaya semua pengemis akan hilang dan berkurang di negeri ini, “lho koq segitu yakinnya sich ?”, jgn protes dulu, coba sama2 kita pikirkan, kalau semua orang tdk lagi kasian dan iba dengan cara tdk memberi kepada pengemis, kira2 masih mau gak selama ber hari2 mereka nongkrong disana untuk sekedar menadahkan tangan, tanpa seorangpun yg memberi ?, mereka manusia yg diberi oleh Tuhan akal dan pikiran, dalam kondisi begini mereka pasti akan menggunakannya, kemudian akan berkata “ngapain gue disini, gak ada yg ngasih duit koq” umpan baliknya adalah timbulnya inisiatif untuk mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhannya, soal pekerjaan lain itu
berdampak munculnya persoalan sosial lainnya, itu nanti kita bahas kembali, yg penting saat ini kita focus dulu kepersoalan pengemis, setuju…?.
Teori mengatakan kalau SUPPLY sudah terputus, DEMAND pun akan berkurang. Sepanjang supply & demand ini masih berlangsung, dpt dipastikan PENGEMIS itu tetap ada dan mungkin bertambah.
Nggak manusiawi rasanya menganjurkan orang2 untuk tdk bersikap kasian, iba, eman, kepada pengemis, tapi demi terciptanya generasi bangsa yg rajin dan kreatif nggak ada salahnya cara ini kita coba terapkan.
Sikap kasihan, iba, peduli dan semua sikap2 baik itu salurkan saja ke tempat2 yg tepat. Sikap tdk memberi kepada pengemis harus kita budayakan, bukan hanya kepada pengemis butut, bauk, jelek, dekil saja, tetapi juga kepada pengemis berdasi, bersafari dan berseragam yg juga ada dan banyak jumlahnya di negeri ini.
Kemudian pertanyaan kedua “ adakah yg peduli dengan meraka….? ”, jawabnya ada dan banyak. UUD 1945 mengamanatkan agar pemerintah peduli kepada rakyat miskin dan orang2 terlantar, sekarang mungkin saja belum terlihat kiprahnya, tapi yakinlah suatu saat hal itu akan terwujud.
Sekali lagi, bahwa semua upaya, niat baik dan berbagai program tdk akan bermakna sepanjang rakyat LEMAH DAN MALAS...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarnya agar persaudaraan tetap terjalin. Terimakasih.