12.04.2010

Mengenal Tauhid dan Pembagiannya

Makna Tauhid

Tauhid secara bahasa merupakan masdhar (asal kata) dari wahhada-yuwahhidu yang artinya mengesakan sesuatu. Adapun secara syar’i, makna tauhid adalah mengesakan Allah subhanahu wata’ala di dalam rububiyah, asma’ was shifat, serta uluhiyahnya.
Pembagian Tauhid
Sebagaimana yang disampaikan di atas, tauhid terbagi menjadi tiga, yaitu:
- Tauhid rububiyah
- Tauhid asma was shifat
- Tauhid uluhiyah
Sekarang kita akan coba bahas satu-persatu tauhid tersebut.
Bagian Pertama: Tauhidur-Rububiyah
Tauhidur-rububiyah adalah penetapan bahwa Allah ta’ala adalah Rabb, Penguasa, Pencipta serta Pemberi Rezeki dari segala sesuatu. Dan juga menetapkan bahwa Allah adalah Dzat Yang Menghidupkan dan Mematikan, Pemberi Kemanfaatan dan Kemudharatan, yang maha Esa dalam mengabulkan doa bagi orang yang membutuhkan. BagiNya-lah segala urusan, dan di tanganNya-lah segala kebaikan. Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada bagi-Nya sekutu dalam hal tersebut. Dan keimanan kepada takdir termasuk dalam tauhid ini.
Allah berfirman:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta Alam (Al Fatihah: 2)
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Sesungguhnya Rabb-mu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia berisytiwa di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam. (Al A’raf: 53)
يُدَبِّرُ الأمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الأرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.(As Sajadah: 5)
Tidaklah ada yang mengingkari tauhid jenis ini, kecuali Fir’aun, Namrud, dan kaum Dahriyun (kelompok yang berkeyakinan bahwa yang menciptakan dan menghancurkan adalah waktu) di masa lalu. Adapun di masa sekarang, golongan yang mengingkarinya adalah orang-orang Komunis.

Bagian Kedua: Tauhid Al Asma wash Shifat
Tauhid Al Asma Was Shifat adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menetapkan nama yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan bagi diri-Nya atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menetapkan sifat yang telah Ia tetapkan untuk diri-Nya, atau yang telah ditetapkan oleh Rasul-Nya, tanpa mentakyif (mereka-reka atau menanyakan bagaimana), menyerupakan, memalingkan (baik lafadz maupun makna) dan tidak pula menta’thil (menolak, meniadakan).
Tauhid Al asma wash shifat merupakan penetapan bahwasanya Allah Maha Mengetahui dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Dialah Dzat Yang Maha Hidup, Yang Maha Mengurus makhluk-makhlukNya, Yang Tidak Mengantuk dan Tidak Tidur. Bagi-Nya lah kehendak yang berlaku serta hikmah yang jelas.
Dan Allah ta’ala adalah Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, Maha Berbelas Kasih dan Maha Penyayang. Allah Yang ber-istiwa di atas arsy-Nya, Maha Sempurna Kekuasaan-Nya. Dialah Yang Maha Menguasai, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dalam perkara ini Allah berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Asy Syura: 11)
وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (Al A’raf: 180)

Bagian Ketiga: Tauhid Al Uluhiyah
Tauhid uluhiyah maknanya adalah mengesakan Allah ta’ala di dalam peribadahan.
Tauhid Al uluhiyah dibangun di atas keikhlasan dalam beribadah kepada Allah ta’ala. Dalam kecintaan, khauf (takut), roja’ (harapan), tawakal, roghbah (permohonan dengan sungguh-sungguh), rohbah (perasaan cemas), dan doa hanya bagi Allah satu-satunya. Serta memurnikan ibadah-ibadah seluruhnya, baik ibadah yang lahir maupun yang batin hanya bagi Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Serta tidak menjadikan hal tersebut untuk selain-Nya. Tidak untuk malaikat yang dekat dengan Allah ta’ala, tidak pula bagi para nabi yang diutus. Terlebih lagi bagi selain keduanya.
Tauhid ini merupakan kandungan dari firman Allah tabaraka wa ta’ala:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. (Al-Fatihah: 5)
Allah juga berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. (An Nisa’: 36)
وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia (Al Isra’: 23)
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz Dzariyat: 56)
Tauhid ini merupakan pucak awal dan akhir dari agama, baik secara batin maupun lahirnya, dan merupakan awal serta akhir dari dakwah para Rasul. Ini juga merupakan makna dari ucapan La Ilaha illallah (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah). Karena Al Ilah artinya sesuatu yang disembah dan diibadahi dengan rasa cinta, takut, penghormatan, pengagungan, serta dengan seluruh jenis peribadatan.[1]
Karena tauhid inilah para makhluk diciptakan, para rasul diutus, dan kitab-kitab suci diturunkan. Sehingga dengannya manusia terbagi menjadi kaum beriman atau kaum kafir, menjadi orang yang berbahagia di surga atau orang yang menderita di neraka.
Ayat yang Mengumpulkan Ketiga Tauhid
Termasuk ayat-ayat yang mengumpulkan pembagian tauhid yang tiga adalah firman Allah tabaraka wa ta’ala dalam Surat Maryam.
رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kalian mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (Maryam: 65)
Asy-Syaikh Al-‘Allamah Abdurrohman bin Sa’di rahimahullah (berkata) ketika menerangkan bentuk pendalilan dari ayat di atas:
“Ayat ini mengandung prinsip yang agung yaitu: tauhidur- rububiyah, dan Allah ta’ala adalah Rabb, Pencipta, Pemberi rezeki, serta Pengatur segala sesuatu, dan tauhid al-uluhiyah wal ibadah. Allah ta’ala adalah Sesembahan yang Berhak untuk Diibadahi. Dan sungguh Rububiyah Allah mewajibkan adanya per-ibadahan serta pentauhidan-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat tersebut terdapat fa’ dalam firmannya:
فَاعْبُدْهُ
Ini menunjukkan kepada suatu sebab, yang maksudnya: karena Allah adalah Rabb bagi segala sesuatu maka Allah pulalah Dzat yang pantas disembah, maka sembahlah Allah.
Termasuk kandungan ayat tersebut adalah: berteguh hati di dalam beribadah kepada Allah ta’ala dan ini merupakan suatu upaya yang kokoh, serta selalu melatih dan menjaga jiwa agar selalu ber-ibadah kepada Allah ta’ala. Maka termasuk ke dalam hal ini suatu jenis kesabaran yang paling tinggi. Yaitu sabar di dalam perkara-perkara yang wajib dan mustahab, serta sabar dari perkara-perkara yang haram dan makruh, bahkan masuk ke-dalamnya sabar dalam menghadapi berbagai cobaan. Karena sabar terhadap berbagai cobaan tanpa adanya rasa murka, dan selalu ridho darinya kepada Allah merupakan bentuk ibadah yang terbesar yang masuk ke dalam firman Allah:
فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ
“berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya”
Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah ta’ala memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna, sifat yang penuh dengan keagungan, serta kekuasaan yang mulia. Dalam permasalahan ini tidak ada bagi-Nya sesuatu yang serupa, sepadan, yang menyamai. Bahkan Allah ta’ala telah menyendiri dengan kesempurnaan yang mutlak dari berbagai sudut dan sisi” .
Demikianlah penjelasan tentang tauhid yang tiga, sebagian ulama menambahkan tauhid yang keempat yaitu:
Tauhid Al Mutaba’ah (Tauhid Pengikutan)
Maknanya kita hanya mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam ittiba’ (pengikutan), tidaklah kita mengikuti orang selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan pengikutian yang jujur.[2]
Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. (Al Hasyr: 7)
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran: 31)
Demikianlah sedikit penjelasan tentang tauhid dan pembagiannya, semoga bisa bermanfaat. Insya Allah pekan depan kita akan lanjutkan dengan tema “Kandungan Tauhid di dalam Al Qur’an serta Keutamaan Tauhid”, tentunya dengan seizin dan taufik dari Allah ta’ala.
Ditulis oleh Wira Mandiri Bachrun di Sidayu-Gresik, 21 Shafar 1431 H - bertepatan dengan 3 Februari 2009
Catatan Kaki:
[1] Untuk lebih jelas mengenai tauhid yang ketiga ini, Anda bisa merujuk ke artikel yang berjudul Kunci Surga yang telah kami posting sebelum ini. Di dalam artikel tersebut dijelaskan mengenai syarat-syarat kalimat Lailaha illallah yang merupakan inti dari tauhid uluhiyah.
[2] Lihat juga artikel Makna, Syarat dan Konsekuensi Syahadat “Anna Muhammad Rasulullah” yang telah diposting sebelum ini
Referensi:
- Al Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid, Asy Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al Wushabi, Maktabah Al Irsyad, Shan’a, Yaman 1422H/2001M.
- Al Mukhatsahr Mufid fi Bayani Dala’ili Aqsamit Tauhid, Prof. DR. Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Abbad, Ghiras Lin Nasyr wat Tauzi’, KSA 1423H/2002 M.
- Al Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Dar Ibnil Jauzi, KSA, 1423 H/2002 M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarnya agar persaudaraan tetap terjalin. Terimakasih.