4.03.2011

Produksi Kemiskinan


Kemiskinan di indonesia adalah buah kegagalan proses politik pemerintah sendiri.

Di tengah-tengah terus mengalirnya berbagai berita bencana, kelaparan dan kehilangan haknya, masih saja menumpuk-numpuk kasus korupsi menjarah uang rakyat, mengambil hak rakyat, dirambah digusur di aniaya di firnah yang menyebabkan dirugikannya rakyat,  maka berita tentang parahnya kemiskinan yang menimpa penduduk di banyak daerah di Indonesia merupakan peringatan keras kepada kita semua bahwa negara dan bangsa kita dewasa ini memang sedang menghadapi situasi yang memerlukan perbaikan atau perubahan secara besar-besaran.


Keruntuhan iman atau pembusukan moral ini tercermin dalam banyaknya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan untuk menumpuk kekayaan dengan cara-cara haram, atas kerugian negara dan rakyat. Contoh-contohnya dapat selalu kita baca dalam pers Indonesia, yang sebagian di antaranya juga sering disiarkan.

Kalau kita baca berita-berita soal korupsi di kalangan « atasan », yang jumlahnya sering bisa sampai bermiliar-miliar Rupiah, dan kemudian kita banding-bandingkan dengan berita tentang banyaknya orang miskin dan anak-anak balita yang kurang gizi dan busung lapar, maka bisa mengertilah kita bahwa ada orang-orang yang sudah keterlaluan marahnya sehingga sampai mengatakan bahwa negara kita memerlukan revolusi sosial. Memang, adalah hal yang benar atau hal yang sah (artinya, baik sekali !) bahwa hati dan fikiran banyak orang « brontak » terhadap situasi yang membikin puluhan juta -- bahkan mungkin lebih dari seratus juta -- penduduk Indonesia menderita kesengsaraan yang parah dan berkepanjangan.


Berikut di bawah ini disajikan beberapa kutipan pers dan juga tulisan yang bisa dijadikan bahan untuk renungan kita bersama tentang kemiskinan yang parah di kalangan rakyat kita. Apa yang diungkapkan di sini dimaksudkan sekadar sebagai dorongan kepada kita semuanya untuk bersama-sama ikut memikirkan tentang sebab-sebab kemiskinan ini dan kemungkinan-kemungkinan untuk mencari jalan mengatasinya.

Di Banten, Jatim, Sulsel dan Jateng
Menurut harian Sinar Harapan (25 Maret 2008) : » Jumlah penduduk miskin di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun sebagai akibat dari kondisi perekonomian yang tidak stabil. Kenaikan harga-harga akhir-akhir ini termasuk sembako dikhawatirkan akan semakin meningkatkan angka kemiskinan. Fakta tersebut dirangkum Sinar Harapan dari beberapa daerah termasuk Banten, Surabaya (Jawa Timur), Makassar (Sulawesi Selatan), dan Cilacap (Jawa Tengah).
“Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten mencatat jumlah kemiskinan mengalami kenaikan. Jika tahun 2006 tercatat 786.700 keluarga miskin, tetapi pada awal tahun 2008 menjadi 886.000 keluarga. Jika satu keluarga terdiri dari suami, istri, dan satu anak, maka jumlah orang miskin di Banten mencapai 2.685.000 orang, dari 9,5 juta penduduk Banten. Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten mengakui terdapat 11.244 bayi di bawah umur lima tahun (balita) yang menderita gizi buruk, di antaranya 15 balita meninggal.

“Di Jawa Timur, dari sekitar 38 juta jiwa penduduknya, 7,1 juta jiwa masih berada di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan ini dipicu oleh jaminan kehidupan yang sangat rendah, mulai dari pendapatan rendah, pendidikan rendah, jumlah tanggungan banyak, atau karena musibah. Fakta lain bisa dilihat dari angka balita gizi buruk yang cukup tinggi. Pada Januari 2008, di Surabaya tercatat pasien gizi buruk sebelas anak dan balita. Pada Februari 2008, sembilan pasien gizi buruk dirawat. Hingga pertengahan Maret lalu, sudah delapan pasien dirawat karena kasus yang sama. Data gizi buruk tersebut hanya yang tercatat di RS Dr Soewandie Surabaya, belum termasuk di RS lainnya.


Jumlah warga miskin makin bertambah
“Dari data Dinkes Surabaya, pada tahun 2006, prevalensi balita gizi kurang sebesar 8,32 persen dan pada 2007 turun menjadi 6,86 persen. Tahun 2006 sebesar 2,09 persen, dan tahun 2007 menjadi 1,96 persen. Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya dr Esti Martiana mengatakan tingginya kasus gizi buruk karena perilaku hidup sehat masyarakat yang memang rendah, ditunjang dengan rendahnya daya beli. Semburan lumpur Sidoarjo yang telah berlangsung hampir dua tahun ini memiliki kontribusi munculnya kemiskinan baru. Ribuan warga kehilangan pekerjaan. Demikian juga bencana banjir yang melanda lebih dari 15 daerah di Jatim semakin menambah keterpurukan petani, apalagi harga kebutuhan pokok semakin melambung.

”Di Kota Makassar, jumlah warga miskin sekitar 350.780 jiwa (70.156 keluarga) atau sekitar 30 persen dari total penduduk 1,2 juta jiwa lebih. Sementara itu tahun 2005 jumlahnya masih sekitar 60.000 keluarga yang tersebar di 14 kecamatan. Berdasarkan data sensus daerah (Susda) Provinsi Sulsel dua tahun lalu, jumlah penduduk miskin masih 201.487 juta keluarga (sekitar 820.000 jiwa) atau sekitar 10,85 persen dari sekitar 8 juta jiwa penduduk di daerah ini. Jumlah tersebut terus berkembang hingga saat ini. Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Sulsel mencatat, dari 23 kabupaten/kota di Sulsel, masih terdapat tujuh kabupaten dalam kondisi rawan pangan, diantaranya Kota Makassar, Kabupaten Jeneponto, Takalar, dan Selayar.

“Begitu pula di Cilacap, Jawa Tengah, 635.000 jiwa atau sekitar 163.000 keluarga berstatus warga miskin. Hal itu disampaikan secara resmi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) pada pekan lalu. Jumlah warga miskin tersebut merupakan 37 persen dari jumlah total penduduk Cilacap yang mencapai 1,7 juta jiwa. Sementara itu, berdasarkan jatah beras untuk warga miskin (raskin) di wilayah Bulog Subdivisi Regional IV Banyumas, di Cilacap yang mendapat bantuan raskin sekitar 170.000 keluarga, di Banyumas 173.479 keluarga, Kabupaten Purbalingga 105.690 keluarga dan Banjarnegara 112.979 keluarga. (Kutipan dari Sinar Harapan, 25 Maret 2008, disingkat)

Bisa makin bertambah parah lagi
Apa yang tercantum di atas adalah baru satu berita dari satu koran pada satu hari saja, tetapi toh sudah cukup kiranya bagi seseorang untuk membayangkan betapa besarnya kemiskinan yang juga melanda berbagai daerah lainnya di negeri kita, umpamanya di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Tengah, Maluku, Indonesia Timur, Nusa Tenggara, termasuk di pulau Jawa. Penderitaan rakyat yang diakibatkan oleh kemiskinan yang luas ini sekarang makin bertambah lagi, dengan adanya kenaikan yang tinggi sekali harga-harga pangan (beras, jagung, kedelai, cabe, daging sapi, ayam, minyak goreng dll) dan bahan bakar. Kenaikan harga pangan ini masih akan bisa lebih parah lagi kalau krisis pangan di skala internasional sudah mulai juga memasuki negeri kita. Maka, betul-betul cilakalah sebagian besar rakyat Indonesia !!!
 
Adili dirimu sendiri sebelum kita melakukan perbuatan kiri.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarnya agar persaudaraan tetap terjalin. Terimakasih.