8.21.2010

Proyek Menghancurkan Negeri-negeri Islam (02)

Konflik yang terjadi di negeri-negeri muslim, tidak semata karena faktor internal, melainkan juga eksternal. Hampir di seluruh dunia, umat Islam diperangi dengan berbagai cara. Ya, dengan senjata, politik, ekonomi, sosial hingga budaya.

Oleh Herry Nurdi & Adhes Satria

Tak dipungkiri, kaum Muslimin kerap menjadi sasaran empuk keberingasan dan ketidakadilan. Tengok saja Asia, hingga saat ini Thailand Selatan tak pernah sepi dari pertumpahan darah. Di Filipina, Bangsamoro tetap hidup dalam kondisi tertekan. Di Cina, Muslim Uighur mendapat perlakuan diskriminasi. Di India, Kashmir tak pernah jelas nasibnya. Indonesia dikipas-kipasi untuk berkonfrontasi dengan Malaysia sebagai target berikutnya.

Gejolak di Timur Tengah lebih dahsyat lagi, Suku Kurdi dibiarkan hidup dalam eklusivitas untuk terus menentang rezim yang berkuasa, Irak berhasil dikoyak-koyak, Afghanistan terus digempur, Palestina dibiarkan terasing, Pakistan jangan ditanya, tak pernah habis dirundung konflik. Iran sebentar lagi menjadi Irak kedua. Disharmoni Turki – Iran tetap terasa, Taliban dengan Rezim Aghanistan sulit dilerai.

Sehabis Asia dan Timur tengah, Eropa sudah menjadi ladang pembantaian. Bosnia berdarah, Chechnya terus berjuang menjaga akidah dari ancaman Rusia. Afrika pun dibidik, perang saudara terus berkecamuk di Somalia dan Sudan. Bukan tidak mungkin, akan ada negeri muslim lain yang terus digoyang dengan kemelut, baik politik maupun ekonomi.

Kekuatan global itu bisa dirasakan, ketika stabilitas dalam negeri kian terancam oleh disintegrasi. Spionase ditanam untuk mencari kelemahan umat Islam yang besar dan kuat ini. Lihat saja, bagaimana Inggris menanam sembilan agen spionase (mata-matanya) ke beberapa negeri muslim untuk belajar mendalami Islam selama bertahun-tahun, termasuk memelajari bahasa Arab, mengenal seluk beluk Islam sampai hal-hal yang paling kecil sekalipun. Misi mereka satu: hancurkan Islam secara masiv dari dalam.

Hampher, salah satu agen spionase muda asal Inggris yang terlatih, dikirim Kementerian di London untuk melakukan tugas intelijen di sejumlah negara, seperti Mesir, Irak, Iran, Hijaz dan Istanbul – saat masih menjadi pusat kekhalifahan Islam. Tugas pokoknya adalah menyesatkan ajaran Islam dan memasukkan orang-orang Islam ke dalam agama Kristiani. Dibalik topengnya sebagai sosok yang sedang mendalami Islam, Hampher mengajak seorang pemuda labil untuk menciptakan sebuah sekte baru dengan ajaran-ajaran yang jauh dari kemurnian Islam.

Menarik untuk dikaji, ketika Hampher punya rencana besar untuk menghancurkan negeri-negeri muslim. Rencana itu terkuak dalam catatan harian yang ditulis Hampher dengan berbagai agendanya. ”Sebetulnya yang membuat kami was-was bukanlah India dan Cina, tapi wilayah-wilayah yang dikuasai orang Islam. Oleh karena itu, kami membuat perjanjian dengan pihak Turki Ottoman yang tentu saja membawa keuntungan di pihak kami,” ungkap Hampher dalam catatan hariannya.

Ada beberapa kecemasan Barat terhadap kehebatan umat Islam, diantaranya: umat Islam sangat fanatik terhadap agamanya, Islam pernah menguasai pemerintahan, kehadiran ulama menjadi penghalang bagi kepentingan kolonialisasi, karena selalu menolak diajak kompromi untuk urusan duniawi. Apalagi jika ulama tersebut bisa memengaruhi rakyat untuk menentang penjajahan.

Penghalang itulah menyebabkan para Islamphobi berkumpul dalam sebuah konferensi yang dihadiri para diplomat para tokoh-tokoh agama dari Rusia, Perancis dan Inggris, termasuk kementrian Inggris. Di dalam konferensi tersebut, tercetus rencana untuk memecah-belah umat Islam menjadi berkelompok-kelompok, mencari kelemahan, memicu perselisihan, menghasut penduduk untuk melawan negara dan ulama, serta mendorong umat ini meninggalkan agama asal kepada Kristen, seperti yang terjadi di Spanyol.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarnya agar persaudaraan tetap terjalin. Terimakasih.