8.21.2010

Proyek Menghancurkan Negeri-negeri Islam (03)

Untuk merealisasikan kehancuran Islam itu, ditebarlah spionase-spionase yang menjadi kaki tangan Barat ke seluruh negeri berpenduduk muslim, termasuk Indonesia. Jika dulu, Belanda punya spionase Snouck Hurgronje, Inggris merekrut Thomas Edward Lawrence alias Lawrence of Arabia, Israel punya Johann Wolfgang Lotz, Hampher (Inggris) dan sebagainya. Agen-agen resmi negara, seperti CIA (AS), Mossad (Israel), M16 (Inggris) dan agen swasta lainnya punya andil untuk menghancurkan Islam. TE Lawrence, misalnya, ia ditugaskan untuk memprovokasi para kepala suku dan mengobarkan pemberontakan terhadap Monarki Turki, lalu terjadilah Revolusi Arab.

Oleh Herry Nurdi dan Adhes


Di Indonesia, sosok Snouck Hurgronje dikenal sebagai spionase Belanda yang mempelajari Islam dan menyebarkan fitnah di tengah masyarakat Muslim. Dengan menggunakan pengetahuan tentang Islam dan sejarahnya, Snouck menjalankan siasat busuknya untuk mencari kelemahan umat Islam dari dalam. Di balik ”penelitian ilmiah” itulah, ia melakukan aktivitas spionase, demi kepentingan penjajah dan melanggengkan kekuasaan kolonial. Dengan cara manipulasi, pengkhianatan, dan pura-pura masuk Islam, Snouck berganti nama menjadi Abdul Ghaffar, mempelajari Islam di Makkah Al Mukarramah, bahkan menunaikan ibadah haji.

Selama di Hijaz, ia berbaur dengan masyarakat Indonesia yang mukim di sana, dan menjalin hubungan erat dengan para ulama Mekkah dan Indonesia, khususnya asal Jawa, Sumatera, dan Aceh. Banyak data-data penting dan informasi yang diperoleh, saat ia memata-matai gerakan anti penjajahan, terutama ihwal rencana para ulama Indonesia yang akan menyerukan jihad melawan Belanda di Tanah Air. Snouck kemudian menawarkan diri kepada pemerintah Belanda untuk ditugaskan di Aceh. Ia membuat laporan panjang yang berjudul ”Kejahatan-kejahatan Aceh”. Laporan ini menjadi acuan dan dasar kebijakan politik dan militer Belanda dalam menghadapi masalah Aceh.

Snouck lalu merekomendasikan, bahwa yang berada di balik perang dahsyat Aceh dengan Belanda adalah para ulama. Sedangkan tokoh-tokoh formalnya bisa diajak damai dan dijadikan sekutu, karena ia yakin tokoh-tokoh itu hanya memikirkan duniawinya, mengamankan posisinya. ”Islam harus dianggap sebagai faktor negatif karena dialah yang menimbulkan semangat fanatisme agama di kalangan Muslimin. Islam membangkitkan kebencian dan permusuhan rakyat Aceh terhadap Belanda,” begitu statemen Snouck. Itulah sebabnya, ia meyakinkan pemerintah Belanda, kekuatan di Aceh bisa ditaklukkan bila ulamanya ”dibersihkan”.

Siasat politik Devide et impera, pecah dan kuasai yang dilancarkan Snouck Hurgronje menjadi inspirasi dan terus di up-date oleh musuh-musuh Islam di era globalisasi sekarang ini. Terbukti, spionase kaki tangan Barat, kini ditanam di negeri-negeri muslim dan di setiap organisasi pergerakan Islam, dengan cara menebar virus sekuler-liberalisme ke dalam otak interlektual muslim. Agen-agen lokal berwajah melayu ini direkrut dan diracuni pola pikirnya, tentu saja dengan kucuran dana yang menjanjikan. Agen-agen Melayu ini ditebar untuk menjadi duri dalam daging di tubuh umat Islam.

Atas nama HAM, demokrasi, pengusung liberal dan pluralisme hendak memberangus Islam dengan cara menjegal perda-perda yang dianggapnya berbau syariat. Mereka tampil sebagai pembela maksiat, kaum homoseksual, pornografi, penghina Nabi, peleceh Al Qur’an, penggugat syariat Islam, dan menyiapkan segudang amunisi untuk melumpuhkan pejuang syariat Islam. Bagi orientalis, ini adalah kemajuan besar.
Tak beda dengan Snouck, Hampher saat menjalankan tugas spionasenya, diibekali buku setebal seribu halaman berjudul ”Cara Menghancurkan Islam” oleh Sekretaris Kementerian Inggris. Buku itu yang berisi informasi tentang sumber kekuatan dan juga titik lemah umat Islam ini merupakan hasil pengamatan di bidang militer, ekonomi, pendidikan dan agama.

Ada beberapa strategi yang dikemukakan Hampher untuk menjatuhkan Islam, diantaranya: Menimbulkan kontroversi dengan memicu kebencian diantara kelompok-kelompok yang bertikai, menyebarkan ketidakpercayaan, dan menerbitkan bacaan yang memicu kontroversi; Melenyapkan buku-buku tentang Islam sebanyak mungkin; Menjunjung kepentingan surgawi sehingga lupa bekerja untuk dunia, memperbesar pengaruh tasawuf, menjebar umat Islam dengan prinsip zuhud; Membujuk penguasa agar terus menjadi diktator dan kejam; Menghapus hukuman mati bagi para pembunuh dengan Undang-undang; Membiasakan diri dengan gaya hidup bebas, korup, riba, drugs, miras, pornografi; Menebarkan kebencian untuk melawan ulama agar jauh dari umat Islam; Mendukung oposisi untuk melawan pemerintah.

Apalagi? Dimunculkan chauvinisme, rasisme dan nasionalisme diantara umat Islam untuk memecah perhatian mereka dengan heroisme masala lalu; Melegalkan alkohol, perjudian, perzinahan, babi dan perkelahian; Menyebarkan kecurigaan seputar jihad; Menghilangkan ungkapan kafir adalah buruk; Menanamkan anggapan bahwa membangun gereja di negara Islam tidaklah haram dengan dalil-dalil tertentu; Menghalangi umat Islam beribadah dan membuat mereka lupa akan fungsi ibadah; Menghalangi pembangunan masjid, melarang adzan, menara, cadar, jilbab dan simbol Islam lainnya.

Selanjutnya, memasukkan unsur bid’ah dalam ajaran Islam dan mengkritik Islam sebagai agama teror; Menghalangi pertambahan jumlah umat Islam dengan pembatasan jumlah kelahiran dan pelarangan poligami serta membatasi pernikahahan. Misalnya melarang pernikahan orang Iran atau Turki dengan Arab; Membatasi lembaga keagamaan dan hanya menjadi monopoli pemerintah; Memasukkan keraguan akan keotentikan al Qur’an dalam benak umat Islam.
Inilah era baru, perang pemikiran, perang tanpa senjata, perang yang tak menelan biaya mahal. Sudah saatnya, kaum Muslimin merapatkan barisan, agar tidak terkecok dengan kedok mereka yang berbaju HAM, demokrasi, dan pluralisme.(tamat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarnya agar persaudaraan tetap terjalin. Terimakasih.